Rangkuman dari Buku "Pengadilan Puisi" Pamusuk Eneste

Miki Anwar
1614015054
Sastra Indonesia B

Rangkuman Buku “Pengadilan Puisi” Pamusuk Eneste

8 September 1974 dalam interlokal itu sutarji menyebut-nyebut tentang  bentuk pengadian puisi .Pengadilan puisi indonesia mutakhir rupanya kawan-kawan di bandung ingin mencari suatu bentuk lain dalam bentuk suatu bentuk pembicaraan kesusastraan, dalam hal ini puisi bentuk seminar, simposium, diskusi panel di anggap menjemukan.
Slamet Kirnanto membacakan tutuntutanya yang judulnya dengan semangat Zola 76 tahun yang lalu yang dia mendakwa kehidupan puisi indonesia akhir-akhir ini tidak sehat, tidak jelas dan brengsek
Dakwaan merupakan sejumlah kejengkelan terhadap keadaan kritis puisi, terhadap kritikus M.S. Hutagaluang dan H.B.Jassin, terhadap penjagoan subagio Sastrowardoyo oleh MSH serta penjagoan W.S.Rendra oleh HBJ, terhadap tindak dibicarakannya Sutardji cazoum bachri dan darmanto Jt yang membawa gejala pembaharuan oleh MSH dan HBJ terhadap saling memuji di dalam tiga serangkai goenawan Mohamat cum sapardi doko damono cum abdul hadi W.M.terhadap horison yang tidak lagi menjalankan peranan penuh tanggung jawab, terjerums menjadi majalah keluarga, dan tempat tumbuh subur epigon-epigon seperti abdul hadi
Untuk menyehatkan kehidupan sastra kita khusunya puisi perlu adanya integritas dari berbagai potesi. Disampin tuntutan krativitas yang terus menerus dari sang pengarang, selain itu mereka juga diharapkan memberikan hal-hal yang baru meskipun sastra kita cukup dewasa untuk di nilai dan disini la kritikus yang mempunyai tanggung jawap atas keseuruhan perkebangan memahami isyarat dan rasa utuh yang tumbuh tiap saat sehingga mereka akan mampu melihat dan membedakan beras dan antah atas dasar rngamatan yang cermat, itula sebabnya peringatan dan penelitian atas karya-karya drama dan puisi tahun 70-an yang di lakukan oleh Boen S.Oemarjati( yang di kemukakan dalam suatu ceramahnya di taman ismail marzuki baru-baru ini)
Gejala demikiannjuga nampak pada satu-satunya media sastra yang di sebut’horison dan budaya jaya(yang terakhir ini lebih mirip dengan majalah kebudayaan umum), nama horison yang pada priode awal menunjukan suatu janji memberikan parasarana terbaik untuk tumbuhnya karya-karya sastra kreatif adan sehat itu, tiba-terjerumus menjadi majalah keluarga, selain itu masalah-maslah yang di tampilkan di sini adalah gambaran kasar dari karikatur sastra kita(puisi) tentu saja majalah sastra(puisi) indonesia modern yang mutakhir jauh lebih luas dan banyak segi,oleh karena itu gejala yang tidak sehat dari imaji orang tentang sastra(puisi) indonesia
Sedangkan membedakan penciptaan seni yang mutakhir dengan keadaan penciptaan sebelumnya kini, kecendrungan seni nampka tumbuh merata dan bersama-sama tubah dalam suatu ruang dan rasa utuh yang sama.
‘peradilan puisi kontemporer’ mengajukan tuntutan
1.      Para kritikus yang tidak mampulagi mengikuti perkembangan kehidupan puisi mutakhir khususnya H.B.Jassin dan M.S.Hutagalung harus’dipensiunkan’dari peranan yang pernah mereka miliki
2.      Para editor majaah sastra khususnya horison (sapardi djoko damono) dicutibesarkan
3.      Para penyair established(mapan) subagio, rendra, goenawan dan sebangsanya dan lain-lain dilarang menulis puisi dan epigo-epigonya harus dikenakan hukum pembuangan. Dan bagi ingkarnasinya di buang ke pulau yang paling terpencil
4.      Horison dan budaya jaya harus di cabut SIT nya dan yang sudah terbit selama ini dinyatakan tidak berlaku dan dilarang dibaca oleh peminat sastra dan masyarakat umum sebab akan mengisruhkan perkembangan sastra puisi yang kita harapkan sehat dan wajar

Situasi perkembangan sastra, khususnya puisi di indonesia tidak menentu sudah tidak sehat sama sekali. Gejala-gejala kebarat-baratan yang berasal dari sastrawan intelektualitis sultan takdir alisjahbana masih terus berjalan sehingga sastra indonesia tidak menemuka kekuatanya pada kepribadianya sendiri melainka hanya pada epigosisme dari barat saja
Diperlukan kritikus yang banyak dan aneka ragam, sehingga bisa menangani semua corak pertumbuhan baru dalam kesusastraan. Maka adalah gunanya kritik-kritik seperti Slamet Kirnanto yang mencoba menjelaskan alam dunia Sutardji Calzoum Bachri dan ada pula gunannya masing-masing penyair sekali-sekali menjadi juru bicara bagi sajaknya yang belum dimengerti oleh publik seperti yang pernah dilakukan oleh Toeti Heraty Noerhadi.
 “Saya mendakwa kehidupan puisi Indonesia akhir-akhir ini tidak sehat, tidak jelas dan brengsek!” rupanya telah lahir Rustandi Kartakusuma yang kedua di dalam kehidupan sastra kita.
Untuk mengulangi hal-hal yang telah saya kemukakan, saya mengambil beberapa kesimpulan:
1.      pandangan-pandangan Slamet Kinanto adalah pandangan yang tidak sehat, bau apak yang cukup berbahaya sebenarnya bagi generasi muda, terutama karena ia menganggap dirinya sebagai pembela seniman-seniman muda itu. Memforsir suatu pengakuan dengan teriakan keras tidak demokratis adalah tidak sehat bagi perkembangan kesusastraan kita khususnya, kebudayaan kita umumnya.
2.      saya berpendapat bahwa sbeuah pernyataan atau statement tidak ada harganya tanpa disertai bukti-bukti dan argumentasi.
3.      bahwa perkembangan puisi itu brengsek dan ini adalah akibat kesalahan para kritikus, sebenarnya tidak benar. Sudut pandang. Kirnantolah yang brengsek. Dan saya tidak sependapat pada pandangan Kirnanto bahwa seakan-akan perkembangan sastra hanya ditentukan oleh beberapa orang kritikus.
4.       untuk menilai seseorang, lebih baik langsung meneliti karyanya sebagaimana adanya tanpa mengharapkan yang diteliti sebagai ini dan itu. kalau menilai H.B Jassin atau M.S Hutagalung, langsunglah menilai karyanya tanpa menghubungkan harapan agar mereka sebagai “pengarah” sastra Indonesia. Tuntutan itu menjadi tuntutan yang tidak wajar untuk mereka.

Tuntutan Slamet Kirnanto itu ditulis dengan bahwa yang buruk, tidak berisi hal-hal baru, dan tidak kocak (kecuali, barangkali, empat buah pokok tuntutannya yang dibagian akhir tulisan itu). Barangkali kita harus menghargai Slamte Kirnanto karena “keberanian”nya tampil di Bandung tempo hari , namun saya berpendapat bahwa ia adalah tokoh yang terlalu “serius” untuk pertemuan serupa itu. Suasana pasti bisa lebih kocak seandainya Darmanto Jt yang bertindak sebagai “Penuntut Umum”.
Diperlukan juga adanya Dewan Pertimbangan Kenaikan Pangkat Penyair. Dewan ini mempertimbangkan perlu ada kepangkatan dikalangan penyair, serta syarat-syarat apa (misalnya credit point) yang harus di penuhi penyair. Ini sangat perlu, sebab dengan demikian penyair-penyair akan diadili dengan jernih, mengingat pangkatnya. Penyair besar, tentu saja punya tanggung jawab lebih besar terhadap masyarakat. Kesalahan harus di tebus dengan “Dilarang Menulis Sajak”.
Untuk kenaikan pangkat, tentu saja di pertimbangkan pertama-tama prestasi; sebab, ini tuntutan yang demokratis sesuai dengan hukum-hukum terbaru masyarakat modern dalam masalah “bekerja”. Tentu saja bukan prestasi maksimal kebetulan, tapi prestasi yang konsisten pada suatu periode. Ini penting sebab bisa menjaga supaya penyair yang kebetulan cuma bisa sekali dua kali menulis sajak baik, tidak kecepatan naik pangkat di banding penyair yang sajak-sajaknya lebih banyak dan memiliki kualitas tetap tinggi, namun di bawah prestasi maksimal penyair insidental tersebut. Jadi, prestasi didasarkan pada kulitas dan kuantitas hasil puisi dalam suatu span of time. Pertimbangan kedua, tentunya jasa terhadap masyarakat. Hadiah Seni Menteri P dan K selama ini yang banyak didasarkan pada maslah jasa terhadap masyarakat, dapat juga di gunakan  sebagai bahan pertimbangan untuk menaikan pangkat penyair. Perhitungan harus teliti, dengan statistik; perlu komouter untuk menghitung berapa besar efek puisi-puisi terhadap masyarakat. Hendaknya Dewan Pertimbangan ini mencantumkan juga predikat promosi penyair.


Komentar

  1. The Dream Casino Site - Get Up To £100 in Bonuses
    The Dream Casino site is a great place for people to play luckyclub slots and live dealer games. The site is designed to offer a casino that is easy to navigate and offers

    BalasHapus

Posting Komentar